Hujan dan Keluh

Hari ini hujan lagi dan aku mengeluh lagi.
Untuk ke sekian kalinya bajuku harus menerima ribuan rintik air hujan hingga airnya meresap hampir ke seluruh sisinya.
Angin malam menusuk kulitku lebih tajam dari malam-malam saat tak setetespun air menyentuh kulitku.
Mengapa setiap aku sedang tidak berada di dalam ruang tertutup hujan turun tanpa henti, bahkan bertambah deras tiap detiknya?

Berkecamuk ribuan pikiran merasa tak adil akan keadaan yang aku terima. Bajuku basah bukan main. Tasku yang bahannya tidak kedap air, tentu saja menyalurkan kelembabannya ke seluruh barang-barang di dalamnya. Keyakinanku mencapai puncaknya akan kemungkinan bukuku mengeriting sebab terbasuh air.

Ternyata, sesederhana harus berhadapan dengan hujan lagi, amarahku sangat kuat untuk mendorong gerutuanku memenuhi seisi pikiran sepanjang perjalanan pulang.
Sama seperti kondisi kacamataku kala hujan, buram pikiranku dihalangi amarah.

Semakin kencang motor melaju, dingin semakin mencakar-cakar indera perabaku.
Bukan main keluhanku semakin mengamuk-ngamuk dalam pikiran.
Tak sepatah katapun keluar dari mulut, tetapi sebaliknya, pikiranku ribut sangat kalut.

Terlihat banyak pula orang-orang berteduh di pinggir jalan saat akhirnya motorku berhenti untuk menunggu lampu lalu lintas mengizinkannya kembali melanjutkan perjalanan. Beberapa orang menatap langit memperhatikan tiap tetesan air hujan, beberapa menunggu saja tanpa terlihar sadar akan sekitar, beberapa terlihat saling berbincang.

Kepalaku sejenak hening, keributan kalut tadi sementara terhenti. Pikiranku mulai mengajakku berbincang.

Tidak bisakah kamu menikmati hujan seperti mereka? Santai saja. Mungkin hujan hadir untukmu beristirahat. Berteduhlah sejenak, tak akan ke mana titik tujuanmu itu, waktu akan membantu selama kamu berteman baik dengannya.

Semakin deras hujan turun, semakin basah bajuku. Gemuruh suara air semakin terdengar suaranya tatkala membenturkan dirinya semakin sering ke helm warna hijau yang kukenakan ini.
Lampu lalu lintas mengubah warnanya menjadi hijau. Melaju lagi motor itu mendekati tujuannya. Dingin menusuk-nusuk kulitku lagi. Namun gelutan amarah yang sedari tadi mengisi penuh setiap ruang dalam kepalaku, kali ini sudah terurai.

Kubiarkan tiap rintikan air hujan membasuhi diriku, tasku, dan pekerjaanku di dalamnya.
Nyatanya, tidak semua hal yang terjadi di luar prediksiku adalah masalah.

Tenanglah sejenak, mungkin semesta inginkanmu untuk beristirahat dengan caranya mengetuk-ngetuk kepalamu dengan air hujan. Menusuk-nusukmu dengan hawa dingin agar mau lebih bersyukur dan menikmati akan hadirnya hangat di sekitarmu.

Terlalu banyak keluh terucap hari ini hingga aku lupa jika ada syukur yang menanti pula untuk diucap. Terlalu fokus mengejar tujuan, hingga lupa jika banyak hal dalam perjalanannya yang perlu juga untuk disinggahi.


Tenanglah dan beristirahatlah sejenak.

Comments

Popular posts from this blog

Pause! A 2-year reconciliation with one’s self

Welcoming the Pre-Quarter Phase

An Extra