Posts

Showing posts from August, 2017

Sederhana yang Rumit

2017 /1 Sederhana saja Bintang butuh teman di angkasa nan gelap pun jauh: bulan Matahari butuh kawan kala pagi, kala bertugas: awan Anak sekolah butuh sahabat tuk bantu-bantu belajar: pena Aku pun butuh kawan supaya aku tersenyum: kamu /2 Berkawan itu rumit kata orang-orang Banyak berseteru, khawatir aku sakit kepala Barangkali jadi makin buruk, bisa hilang akal sehat Berkawan itu tidak mudah Sekadar cari yang temporer saja sulit kata mereka Berkawan itu bak benang kusut Tertambah pula jika berkawan hidup /3 Buka mata lebar-lebar Besar-besar kenyataan terlihat Jelas-jelas arah perjalanan Bersih-bersih pakaian berangkat Buka mata lebar-lebar Besar-besar kenyataan terlihat Jelas-jelas bentuk kelok jalanan Bersih-bersih menepis debu tipis Buka mata lebar-lebar Besar-besar kenyataan terlihat Jelas-jelas tujuan akhir pada ujung jalan Bersih-bersih pakaian lagi Buka mata lebar-lebar Besar-besar kenyataan terlihat Jelas-jelas telat sampai Bersih-bersih d

21.00

2017 Jam 21 katamu. Kutunggu dengan kantuk yang berat kehadiranmu di peron stasiun kereta kedatangan luar kota. Dengan pakaian apik yang tak pernah kukenakan sebelumnya, kamu jadi orang pertama yang akan melihatnya.  Jantung berdebar tidak menentu, apakah aku berdiri pada titik yang benar untuk menyambutmu? Jam 21 katamu. Kereta kedatangan pertama tiba tepat 1 jam setelah jam 18. Aku iri melihat orang-orang memeluk pujaannya yang tiba dengan utuh dan lengkap, tak kurang suatu apapun.  Aku masih tetap duduk anggun di kursi yang tersedia. Riuhan suara rindu memenuhi seisi stasiun. Senyum pada wajahku semakin lebar karena tak sabar menjadi salah satu penyumbang keriuhan itu. Jam 21 kata mu. Jam dinding besar nan mewah yang terpajang di stasiun akhirnya mengarahkan jarum pendeknya ke angka 9. Berdebar-debar tak sabar menyambut kamu. Sesuai janji, aku berdiri mendekati pinggir peron agar langsung bisa memelukmu. Dari kejauhan terlihat cahaya kereta yang semakin mendekat tiap det

Bisikan Rania pada Angin Malam

           Malam ini ia menyepi lagi bersama cahaya bulan, secangkir kopi panas, dan tak lupa, temannya yang paling setia, angin malam. Kantuk sudah menggantung pada matanya, meminta gadis yang baru saja menginjak umur seperempat abad untuk beristirahat setelah hari yang panjang. Kedua kakinya ia peluk erat-erat agar angin malam tak mampu mengganggu kemesraan dirinya dengan kopi panas. Aromanya sungguh kuat, dan tiap detik yang ia lalui dengan aroma kopi, itu merupakan suatu anugerah dari Tuhan, katanya.                Dilihatnya lekat-lekat ribuan bintang di langit yang masih dapat terlihat dengan jelas dari pelataran rumahnya di tengah desa. Ia ingat sekali saat masih kecil dahulu, pasti neneknya akan bercerita tentang masa pra kemerdekaan dengan antusias. Kemudian, kakeknya akan ikut bergabung berbagi cerita, dan cerita akan terus berlanjut sampai larut tengah malam, lalu digendonglah anak perempuan yang bertubuh kecil itu ke dalam kamarnya. Bukan main ia rindu akan semua itu.

Senyum Lila Kala Senja

   Kalila, perempuan bertubuh mungil dengan rambut yang selalu acak-acakan tiap kali hadir ke sekolah. Perempuan dengan sepatu berukuran 35 yang senyumnya memang tidak semanis senyum aktris papan atas Mikha Tambayong atau Rachel Amanda. Membisu adalah bakatnya, aku ragu jika sebenarnya ia tidak bisu.    Dua belas tahun berlalu begitu saja, dan waktu-waktu aku berbincang dengan Kalila mungkin masih dapat terhitung dengan jemari tangan. Kerap kali ia dihampiri laki-laki berisik di kelas, ribuan cemoohan dilontarkan kepadanya. Tidak terdengar sedikitpun suara keluar dari mulutnya, balasannya hanya senyum, lalu melanjutkan apapun yang tadinya sedang ia kerjakan tanpa memedulikan apa yang baru saja dikatakan teman-temannya itu.    Tidak hanya lawan jenisnya yang bicara bak hewan buas itu, teman perempuannya tak kalah buasnya, bahkan lebih buas lagi karena tak sampai langsung ke telinga Kalila. Bicara di belakang adalah hobi teman perempuannya, main aman katanya. Takut oran

17 Baris

Ada rasa sungkan untuk buka buku baru Alih-alih diam nyaman, aneh dipilih Cerita-cerita lucu hadir meluncur Dari ragu, aku mau Dari sungkan pula, aneh tetap ku jalani Geram kerap kali muncul Janji-janji jadi baik perlahan luntur Maklum katanya, maaf katanya Rasa resah tetap tak hilang Lalu waktu berlalu Perasaan ragu jadi haru Frasa waktu itu fana nyatanya fakta Pergi semua meninggalkan yang lalu-lalu Nanti-nanti kita bertemu, katanya Tak banyak ucap Permintaan doa terkabul Ah, kurasa cukup 2017  –  17 Baris, Nyatanya Tak Cukup