Cerita Rena
Panas terik matahari siang itu membuatku terpaksa memilih menaiki kendaraan umum ketimbang berjalan kaki beberapa meter menuju tempat tujuanku: Perpustakaan kota. Jika saja panasnya lebih bersahabat mungkin saja payung hitam di dalam tasku yang akan menemani perjalanan siang itu, bukan dia yang berkemeja hitam yang kutemui di dalam bus penuh sesak manusia. Dia yang selalu ditemani rangkaian kata semasa sekolah, tidak bicara banyak, namun cukup banyak impresi ia tinggalkan kepadaku hanya dengan melihatnya beberapa menit di antara kerumunan orang banyak. Bukan seorang pemain basket yang sering dielu-elukan perempuan remaja pada umumnya, bukan juga si juara kelas yang mengambil hati dengan betapa encer cairan otaknya, bukan juga si pelantun ayat-ayat kitab suci yang membuat hati tenang dengan setiap lantunannya. Dia hanya dia dengan kebiasaannya menunduk, melihat rangkaian huruf yang tersusun menjadi lukisan indah karya si penulis. Dia juga hanya dia yang tidak banyak bicara, namun