Posts

Showing posts from July, 2018

Cerita Rena

Panas terik matahari siang itu membuatku terpaksa memilih menaiki kendaraan umum ketimbang berjalan kaki beberapa meter menuju tempat tujuanku: Perpustakaan kota. Jika saja panasnya lebih bersahabat mungkin saja payung hitam di dalam tasku yang akan menemani perjalanan siang itu, bukan dia yang berkemeja hitam yang kutemui di dalam bus penuh sesak manusia. Dia yang selalu ditemani rangkaian kata semasa sekolah, tidak bicara banyak, namun cukup banyak impresi ia tinggalkan kepadaku hanya dengan melihatnya beberapa menit di antara kerumunan orang banyak. Bukan seorang pemain basket yang sering dielu-elukan perempuan remaja pada umumnya, bukan juga si juara kelas yang mengambil hati dengan betapa encer cairan otaknya, bukan juga si pelantun ayat-ayat kitab suci yang membuat hati tenang dengan setiap lantunannya. Dia hanya dia dengan kebiasaannya menunduk, melihat rangkaian huruf yang tersusun menjadi lukisan indah karya si penulis. Dia juga hanya dia yang tidak banyak bicara, namun

Crêpe

"Sudah jadi, ta?" "Tunggu saja dua bulan lagi, kamu pasti akan geleng-geleng kepala." 7 Februari 2009, Kali terakhir aku menghidangkannya cokelat panas dan croissant. Setelah itu? Kurasa kalian bisa tebak. Tidak saling sapa, baik langsung maupun tidak. Dianggapnya, mungkin, kita sudah selesai. Dari awal kita mulai bicara memang bukan karena ketertarikan, melainkan kewajiban. Salah memang kurasa jika aku memberi harapan pada diri sendiri jikalau ia akan terus menyapaku melalui pesan singkat tiap pagi. Sungguh aku terlalu senang menerbangkan diri sendiri. ---- 24 bulan berlalu setelah hidangan cokelat panas dan croissant terakhirku untuk Eza. Aku sudah lulus kuliah 12 bulan yang lalu, kurasa ia juga, jika tidak terlalu sering membawa dirinya tenggelam dalam suasana melankolis. Masih tetap sama, kami tidak saling kabar. Kata teman-teman saat magang dulu, pria yang seumuran denganku dan hanya beda 2 jam lahirnya, lima bulan atau lebih setelah kami menyelesaikan tugas s

Croissant

"Kenapa croissant? Kenapa tidak donat? Rasanya banyak yang lebih tertarik donat," Aku yang sudah tidak kuat dengan keheningan ini, pada akhirnya angkat bicara setelah ia memilih sebuah foto croissant yang tersebar di antara puluhan foto makanan lainnya. "Kenapa Eza? Kenapa tidak lengkap saja, Reza?" Sembari merapihkan foto-foto yang tersebar di atas meja kaca ia membalikkan pertanyaanku. Aku menatapnya, mengernyitkan dahi. Bukankah memanggil seseorang dengan nama yang tidak biasa digunakan oleh orang lain itu bebas? Tidak ada Undang-Undangnya kan? "Kamu juga ngga pernah panggil aku git, tapi ta."  Pria dengan kacamata yang saat ini tengah duduk dihadapanku hanya tertawa kecil dan memasukkan sebuah amplop cokelat, berisikan foto-foto makanan yang sedari tadi kita seleksi ke dalam tas pinggang hitamnya. Jendela besar yang tepat berada di sebelah kirinya mengizinkan cahaya matahari siang menyinari seluruh tubuhnya yang tidak begitu gemuk. Sebab cahaya matahar